Sabtu, 18 Juni 2011

awal cintaku


Cinta Rahasia
                                                                                By: Rijal

Hujan sudah hampir reda, hanya menyisakan gerimis dan kilat kecil  yang sesekali menyambar.
Sebenarnya hari masih pagi, namun pagi ini di hiasi oleh hujan tanpa memberikankehangatan siul burung gereja dalam menyambut sinar mentari.

Aku masih termenung dikamarku sambil sesekali melirik keluar jendela,
“ah, masih gerimis …” ucapku.
Aku paling benci dengan gerimis seperti ini, masih mendingan kalau hujan beneran aku bisa meringkuk bebas di bawah selimut bersama Cimul kucing kesayanganku, tapi kalau gerimis seperti ini…? Apa yang bisa aku lakukan…? Huuh, bisa-bisa flu kembali menyerang dan batukku kembali kambuh sungutku tanpa tau harus mengomel pada siapa.
Dengan malas aku duduk di kursi dekat lemari pakaianku. Kubuka sebuah laci yang berada di bawah lemari inti tempat pakaianku tergantung, disitu ada sebuah buku harian mungil yang berwarna merah jambu. Aku tau, dulu diari inilah tempat aku mengadu jika aku lagi gundah atau punya masalah yang menurutku cukup rumit. Sudah lama aku tak membuka diari ini, di dalam diari inilah tertulis kisah cintaku yang mungkin teramat samar.
       Ku buka lembaran pertama diari itu, tercium bau kelembapannya tanda diari itu sudah lama tak ku buka. Di halaman pertama tertulis sebuah nama ”Ridhatul Hamda”
   Yah, dialah cintaku….
       Dialah permata hatiku…
       Dialah pujaanku..
       Dialah bunga mawarku yang berduri…
       Dialah bunga terataiku yang tumbuh di lembah yang berkabut..
Ku buka lagi lembaran kedua diariku, disitu tertulis sepucuk jeritan hati yang menggambarkan cinta yang tak pernah terungkap.

Mungkin aku tak pernah bisa berterus terang padamu…
Tapi izinkan aku untuk selalu menatap senyummu…
Maafkan aku atas cinta yang mungkin tak bisa tuk terwujud..
Maafkan aku atas butir-butir rindu di hati…
Andai saja engkau tau,,
Sejak aku menatap senyummu…
Sejak aku melihat lesung pipimu..
Dan sejak aku melihat tahi lalat di dagumu………
    Ada rasa yang kian tak bertepi……
”Aku menyayangimu……………………

Itulah awal dari cintaku, aku tak pernah mampu tuk mengungkapkannya, sebuah cinta yang sangat aku rahasiakan. Aku mencintainya, tapi aku tak mau dia mengetahui kalau aku menyimpan rasa yang lain terhadap dirinya. Aku tak mau dia tau kalau selama ini aku menyayanginya dalam arti yang lain karma dia adalah salah satu muridku di TPA, sebuah taman pendidikan tempat aku mengabdi, tempat aku mengajarkan ayat-ayat suci dan Ridha buah hatiku ikut mengaji disitu, dialah yang membuat semangatku berkobar dalam menghadapi kesulitan diantara kenakalan murid-muridku, dia membuatku bisa tersenyum lebih cerah. Itukah sebabnya aku tak mau dia tau kalu aku menyaynginya, karma dia merupakan muridku, murid yang menjadi belahan jiwaku saat itu.

       “Hhhhhhhh… Cinta…….” Ucapku kosong dalam desahan yang panjang, “kau datang tanpa pandang siapa, kau tak bisa membedakan antara raja dan rakyat jelata. Tapi itulah cinta……..
Aku mencintainya dengan setulus hati, aku menyayanginya dengan sepenuh hati.
Sebenarnya aku ingin dia tau tentang perasaanku, agar perasaanku tak tumpah bersama hujan. Tapi………..
Jika waktu itu aku diberi kesempatan untuk bertanya, mungkin aku hanya punya satu pertanyaan pada Sang Pencipta “Salahkah Aku Mencintainya.?” Salahkah aku menyimpan bitir-butir rindu untuknya.?”
            Ku singkap lembar demi lembar cerita cintaku yang tertuang di kertas itu, semuanya berisi tentang Ridha, cintaku padanya, aku merindui senyumnya serta harapanku untuk memilikinya, tapi terus terang aku tak mau dia mengetahuinya.

Tuhan…………
Lewat kibaran sinar-Mu……
Temukan aku dengan orang yang kusayang,
walau cuma lewat mimpi malam ini..
Angin….
Lewat kelembapan malammu…
Bisikkan kata-kata hatiku untuknya..
Yang semua itu tak pernah tertulis walau hanya lewat goresan pena..
   “Aku merinduinya……….

Sebait puisi kembali diantara keluh kesahku pada cinta yang tak mungkin untuk terwujud itu. Perlahan terbayang olehku senyum Ridha malam itu, bukan senyum dia malah tertawa memperlihatkan barisan giginya yang laksana susunan mutiara, dia tertawa melihat aku yang terpaku ketika melihat dia memakai busana muslimah berwarna merah jambu dibalut kerudung berwarna biru. Manis sekali……………………..
Sehingga aku tersentak saat dia tertawa melihat aku yang bagai terbius saat menatapnya .
            “kenapa bang.?”  Tanyamu disela tawa yang berderai.
            “ah gak apa-apa..” ucapku sedikit grogi, “Ridha manis sekali” sambungku tanpa terfikir kenapa ucapan itu yang terlontar, aku menyumpah dalam hati saat kata itu selesai terucap, sekilas kulihat wajahnya bersemu, mungkin dia malu melihatku menatapnya seperti itu aku juga tak tahu bagaimana bentuk rupaku saat itu yang jelas aku merasa salah tingkah berada di dekatnya malam itu.
Aku tak habis fakir, kenapa aku tak berterus terang saja..? padahal umurnya tak seberapa jauh dibawah umurku, Cuma terpaut lima tahun aku lahir tahun 1988 sedangkan dia tahun 1993, tapi kenapa aku tak mampu mengungkapkannya..? kenapa aku lebih memilih diam dan mengaguminya dalam jarak jauh.? Mungkin itulah pilihanku, aku tak mau dia tau kalau aku menyimpan hati padanya. Biarlah bingkai-bingkai mimpiku tergantung dengan damai, suatu saat nanti aku yakin dia bisa mengerti tanpa harus aku jelaskan.
   Kulihat lembaran terahir diariku, disitu kembali tertulis sebait puisi yang berisi setetes harapan yang amat samar…

Tuhan………
Jika ada hal yang terindah dalam hidupku, jadikanlah dia yang terindah…
Jadikan dia tetap menjadi gadis mungil yang selalu menghiasi mimpi-mimpiku..
Jadikan seraut senyumnya menjadi pengganti dongeng
yang akan mengantarku dalam lelap..
moga suatu saat nanti,
dia bisa mengerti dengan senyumku…
dia bisa tau arti kobaran sinar mataku..
untuk sekarang…….
Bahagialah dalam masamu wahai angsa manisku…
Percayalah..
Didalam tidurku, aku selalu memimpikan dirimu…

Ku tutup diari mungilku dengan bisikkan “Ridh, you are always gone be the one in my heart, always and forever….”

cerpen gue (cinta ridhatul hamda)


Batas Penantian
by : Rijal
"Ridh tunggu aku ya ...
ucap Dewa sambil menggenggam erat tangan Ridha.
"Aku janji akan datang
menjemputmu setelah semuanya selesai, aku akan berusaha untuk pulang
secepatnya. Ku harap walaupun nanti kita dipisahkan dalam jarak jauh itu semua
tak membuatmu berubah, karna cinta yang ku titipakn untukmu juga ga' akan
pernah berubah ...
ungkapan Dewa dalam luapan hati membuat Ridha tak bisa
membendung air matanya, Ridha menyadari dia harus rela melepas Dewa yang akan
pergi melanjutkan studinya ke Australia dan tinggal disana entah berapa
lamanya. Ridha sedikit merasa gamang, selama tiga tahun mereka bersama kini
harus terpaksa berpisah dalam jarak ribuan kilo.
"Wa... walau gunung dan
hamparan bumi atau lautan samudra yang akan memisahkan kita, percayalah aku ga'
akan pernah melupakanmu. Disini, aku kan selalu menunggumu kembali ...
kan kuukir secercah kenangan kita dalam bingkai yang
tak akan pernah retak ...
ucap Ridha yang begitu melankolis, sebuah kecupan hangat
menghiasi perpisahan itu, Ridha terlihat begitu tegar melambaikan tangannya di
saat pesawat yang akan mengantarkan Dewa ke tanah harapan mulai beranjak terus
mengecil dan menghilang dari pandangan.
"Dewa.... aku janji akan
setia menantimu ..." ucap Ridha lirih.
*****
2
tahun kemudian ...
"Ridh, apakah kamu tetap dalam penantianmu?? Kalau
Dewa memang akan kembali mana kabar berita darinya?? Udah dua tahun dia pergi,
tapi tak pernah mengabari kamu sama sekali entah dimana dia sekarang kamu juga
ga’ tau kan??
Kamu
udah di tinggalin Ridh.!! Apa kamu tetap menunggunya??! Sentak Riyan
berapi-api, Riyan mencoba tuk menggoyah hati Ridha.

Sudah berapa kali Riyan meminta Ridha tuk menjadi pacarnya
tapi Ridha tetap tak bergeming Ridha tetap memilih tuk menunggu Dewa yang akan
datang menjemputnya menuju istana cinta mereka Ridha yakin Dewa ga' kan
melupakannya, Dewa ga' akan melupakan janjinya Dewa ga' akan berubah walau di
kelilingi oleh merpati-merpati yang menggoda. Cuma Ridha selalu miris jika ada
yang menjelek-jelekkan Dewa dihadapannya, bagi Ridha bagaimanapun Dewa dia
tetaplah yang terbaik, gone be the one..
"maafin aku Yan ...
apapun
yang kamu ucapkan aku ga' akan terpengaruh, aku akan tetap menunggu Dewa sampai
Dewa akan datang menjemputku. Aku percaya ma Dewa yang akan datang menemuiku, aku
yakin Dewa pasti akan datang menjemputku walaupun waktu itu entah kapan
datangnya.
Dewa
pasti datang Yan.!! Dia udah janji untuk datang menjempuku, dia ga’ pernah
bohong ma aku.!!! Teriak Ridha sambil mengusap air matanya.
Tanpa
berkata apa-apa lagi Ridha pergi meninggalkan Riyan yang terdiam melihat emosi Ridha
yang begitu meledak. Ridha begitu kecewa dengan semua orang yang seakan
menyalahkannya, Ridha begitu benci dengan semua orang yang selalu berusaha tuk
meruntuhkan kepercayaannya.
“Dewa...
kapan kamu pulang?? Kenapa kamu tinggalin aku tanpa kabar?? pulanglah Wa ...
aku menunggumu disini...ucap Ridha terisak..
Nun jauh disana...
Sesosok
samar berpakaian putih menatap Ridha dengan tertunduk haru ...
Yah,
dalam bergelutnya Dewa dengan studinya di Australia Dewa mengalami sebuah
kecelakan dan meninggal disana, Dewa telah pergi untuk selama-lamanya.
 
Ridh ...
Maafin aku .. aku telah menyiksa dirimu.
Kini aku jauh dan tak akan kembli lagi.
Aku sudah berada di sautu tempat yang tak mengenal lagi kata duka dan
air mata.
Maafkan aku Ridh ...
Penderitaanmu adalah dosaku...





Mengenai Saya

Foto saya
Aku adalah aku, yang berdiri di padang gersang penuh ilalang.. tempat angin membawakan suara merdu gadis jelita dan suara seruling pemuda sederhana... Junior jelek..!!!!